Selasa, 27 Agustus 2019

Foto Sri Sultan Hamengkubuwana VIII & Prajurit Keraton

            












Foto Sri Sultan Hamengkubuwana VIII & Prajurit Keraton

Foto Sri Sultan Hamengkubuwana VIII ini adalah foto asli bukan repro. Pada foto bagian kanan bawah terdapat nama studio foto dan nama kota masih ejaan lama "Corn Weers - Djocja" (yang membuat foto tersebut).

Saya mendapatkan foto ini sekitar 6 (enam) tahun lalu tepatnya bulan July 2013. Untuk logo lambang Keraton era HB VIII yang terbuat dari bahan perunggu ini saya mendapatkannya sekitar 1 (satu) tahun lalu. Foto memiliki ukuran cukup besar sekitar 26cm x 20cm, dengan frame ukuran sekitar 59cm x 53cm. Khusus untuk frame foto adalah bukan bawaan awal (buatan baru).

Berdasarkan informasi sejarah untuk logo Keraton Jogja yang sekarang ini dirancang pada era HB VIII.

Lambang Kraton Yogyakarta semula bentuk mahkota kerajaan Belanda banyak mempengaruhi unsur hias dalam kraton Yogyakarta dan Surakarta, termasuk diantaranya untuk mahkota raja. Sampai pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII lambang mahkota tersebut masih banyak diterapkan sebagai unsur hias.

Selain unsur mahkota yang tampak sangat presisi, munculnya binatang singa di kiri dan kanan mahkota menunjukkan getaran estetik yang bernuansa Eropa sangatlah kental. Jika dibandingkan dengan lambang Kerajaan Belanda, lambang yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwana VII memiliki kemiripan. Pada Sri Sultan Hamengku Buwono VII bentuk itupun masih tertera di atas bingkai gambar yang berukuran besar. Huruf dan angka dibingkai sulur-sulur indah, di atasnya terdapat mahkota lambang kerajaan. 

Namun pada masa pemerintahan Sri Hamengku Buwono VIII pada tahun 1921 ada keinginan untuk membuat lambang keraton berlandaskan cita rasa estetik dengan mengangkat seni budaya sendiri. Lambang ini bentuknya berbeda dengan sebelumnya, tidak terpengaruh oleh bentuk mahkota gaya seni Eropa. Dalam hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dapat disebut sebagai pencipta lambang kraton yang saat ini dipakai.



Beliau melibatkan seorang seniman serba bisa,berjiwa sosial dan pemberani, sekaligus menantu Sri Sultan Hamenku Buwono VII:K.R.T Yosodipuro. Adapun makna yang tersurat pada lambang kraton: 1. Identitas raja yang bertahta digambarkan dengan jumlah helai bulu sayap disisi kanan dan kiri seperti lambang Sri Sultan Hamengkubuwono VIII digambarkan dengan jumlah bulu 8 helai, 2. Lambang kebesaran kraton digambarkan dalam bentuk mahkota dibawah huruf Ha Ba, 3. Lambang Ha Ba yang dibuat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dibuat saling menumpang sehingga menghasilkan keserasian bentuk dua huruf menjadi kesatuan yang artistik. Ha Ba sendiri berarti Hamengku Buwana.

Dalam lambang kraton ini Ha Ba disertai unsur bunga teratai di atas Pa murda. Bunga teratai itu melambangkan kiblat papat kelima pancer dilengkapi dengan sepasang tangkai daun yang disebut lajer, yang menggambarkan harapan yang tulus bagi pelestarian Kraton dan Sultan, agar berlangsung terus menerus dan penuh wibawa.

Lambang kraton ini terdapat di beberapa tempat diantaranya di sisi luar kuncungan Bangsal Manis bagian timur dan pintu gerbang Donopertopo, tepatnya di atas jam besar di sebelah barat masjid Tamanan perempatan Rotowijayan sebelum masuk Keben (Ngejaman). Selain digunakan sebagai unsur hias beberapa banguanan, lambang keprajan ini juga dipakai sebagai kop surat dan medali penghargaan.

Secara keseluruhan lambang kraton ini merupakan sengkalan memet yang berbunyi Kaluwihaning-Yaksa-Salira-Aji yang bermakna tahun 1851: Kaluwihaning berbentuk ukiran daun kluwih bermakna 1, yaksa atau kemamang bermakna 5, salira berupa binatang melata atau ular naga bermakna 8, aji lambang raja Ha Ba didalam lingkaran bola dunia bermakna 1.Artinya 1851 merupakan tahun saka atau 1921 masehi.

Sumber informasi : https://blog.ullensentalu.com/lambang-kraton-yogyakarta/



Sri Sultan Hamengkubuwana VIII (lahir di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, 3 Maret1880 – meninggal di Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, 22 Oktober 1939 pada umur 59 tahun) adalah salah seorang raja di Kesultanan Yogyakarta tahun 1921-1939. Ia bernama asli Gusti Raden Mas Sujadi. Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta tanggal 8 Februari 1921.

Pada masa Hamengkubuwono VIII, Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai sekolah-sekolah kesultanan. Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertahta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang bersekolah di Universitas Leiden.

Pada masa pemerintahannya, ia banyak mengadakan rehabilitasi bangunan kompleks keraton Yogyakarta. Salah satunya adalah Bangsal Pagelaran yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di selatan Alun-alun utara Yogyakarta). Bangunan lainnya yang direhabilitasi adalah tratag Siti Hinggil, Gerbang Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Ia juga merupakan salah satu orang pertama dari kalangan politikus papan atas Kota Yogyakarta yang mendukung perjuangan Kh. Ahmad Dahlan dalam pembentukan Muhammadiyah sebagai bentuk loyalitasnya pada Islam.

Ia meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di kereta api di daerah Wates, Kulon Progo dalam perjalanan pulang dari Jakarta untuk menjemput GRM Dorojatun dari negeri Belanda. GRM Dorojatun mendadak dipanggil pulang yang belum sempat menyelesaikan sekolahnya. Di Batavia, Sultan menyerahkan keris Kyai Ageng Joko Piturun kepada GRM Dorojatun sebagai tanda suksesi kerajaan, sekaligus sebagai isyarat bahwa GRM Dorojatun-lah yang kelak akan menggantikan sebagai Sultan.

Foto dibawah ini adalah Prajurit Istana yang dikenal dengan nama sebutan Wirabraja. Foto diambil pada tanggal 5 September 1933 dimasa kepemerintahan Sri Sultan Hamangkubuwana VIII. Pada bagian kanan bawah foto terdapat nama fotografer "R. B. PR. Kaswardjo". Saya mendapatkan foto ini dari seorang Jendral Angkatan Darat (Bintang Satu) keturunan Mangkunegara di Jakarta sekitar 2 (dua) tahun lalu.





Untuk mengumpulkan foto HB VIII dan Prajurit Kraton dimasanya, serta mencari logo lambang Kraton era HB VIII ini cukup memakan waktu yang panjang. Sebuah hasil kerja yang tidak sia-sia, dimana dokumentasi ini sarat dengan bukti sejarah Kraton Jogja dan sangat layak untuk menjadi barang koleksi. Bagi saya barang ini tidak saja memiliki nilai sebagai barang untuk dikoleksi tetapi layak juga sebagai barang untuk disimpan dalam museum.

Keterangan : Ex Privat Collection - Sold to Collectors ( Thank to Mr. Novel Sungkar - Semarang )

Senin, 19 Agustus 2019

Sepasang Standing Pot Majolica Antik













Sepasang Standing Pot Majolica Antik

Sepasang standing pot ini adalah asli barang tua peninggalan leluhur. Memiliki warna yang menarik khas design Majolica dengan kondisi masih baik dan layak koleksi. Sepasang standing ini awalnya tampak kusam, dan saat ini sudah dibersihkan, hanya bagian bawah kaki standing pot saja yang dibersihkan seadanya.

Standing pot memiliki ukuran lebih kurang tinggi 75cm, kaki standing pot bawah berdiameter lebih kurang 28cm dan diameter alas bagian atas lebih kurang 23cm.

Keterangan : SOLD OUT

Jam Dinding RA Antik Germany

         















Jam dinding RA Antik Germany

Jam ini adalah buatan Jerman dan berfungsi normal. Dimensi ukuran tinggi lebih kurang 68cm, lebar muka 28cm, dan lebar samping 16cm. Diameter dial plat jam 15cm. Produksi diperkirakan akhir 1800an. Bahan box jam terbuat dari bahan kayu jati dengan kondisi masih cukup baik, hanya untuk cat pliturnya sudah usang dan terkelupas. Pada bagian belakang bawah jam terdapat ruangan kosong terbuka yang kemungkinan berfungsi untuk tempat rahasia menyimpan kunci, surat dll.

Pada permukaan dial jam terbuat dari bahan seperti kertas berikut juga pendulum pemberatnya bagian bawah yang bertuliskan RA. Kondisi sesuai tampak pada foto. Untuk mesin jam masih berfungsi normal dan berbunyi gong setiap jam dan setiap setengah jam. Dari struktur mesin bisa dilihat ini adalah jam buatan Jerman yang kemungkinan bermerk Mauthe. Untuk jam bermerk Mauthe biasa tidak selalu dibuat logo pada bagian belakang mesinnya.

Berikut sekilas informasi sejarah Mauthe Clock Company :

Friedrich Mauthe (2 Juni 1822 - 2 Februari 1884) memulai sebuah pabrik jam kecil di Schwenningen pada tahun 1870 dan 1899. Perusahaan jam Mauthe mulai sebagai pemasok umum dan juga peralatan pembuat jam. Mauthe memulai perusahaan manufaktur sendiri pada tahun 1876. 

Anak-anaknya Christian dan Yakub bergabung dengan perusahaan keluarga pada tahun 1876. Pada tahun 1886 pabrik Mauthe mulai memproduksi sendiri. Pada tahun 1899 Mauthe menambah sebuah pabrik, dan pada tahun 1900 jumlah karyawan sudah mencapai 1.000 orang. 

Pada 1915 Mauthe menambahkan sawmill and milling shop. Pada tahun 1923 tahun inflasi Mauthe mendapat persaingan ketat. Pada tahun 1930, 2000 pekerja menghasilkan 45.000 jam dan arloji seminggu. Pada tahun 1923, Mauthe perusahaan Jerman ini mengekspor produksinya 60% ke London. Pada tahun 1970, Mauthe berjuang untuk bertahan hidup, dan pada tahun 1975 perusahaan dalam pengawasan kurator dan akhirnya dipaksa untuk tutup ditahun 1976.

Keterangan : SOLD OUT

Foto Demang Antik







Foto Demang Antik

Foto ini adalah asli bukan repro dan dibuat pada masa kolonial Belanda. Pada foto tersebut tampak Demang yang berpakaian jas era kolonial beserta istri yang menggunakan pakaian kebaya dan anaknya. Tampak juga pengawal 2 (dua) Polisi dengan menggunakan pedang yang biasa dikenal dengan merk Milsco. Pada bagian belakang foto keluarga Demang tampak juga seorang pria yang kemungkinan adalah assistant pribadinya. Pada bagian dalam rumah panggung tampak terpajang alat musik tempo dulu yang kita kenal dengan nama Gramophone.

Foto ini bagi saya sangat bernilai tinggi karena jarang sekali didapatkan foto orang pribumi dari kaum bangsawan pada masa kolonial Belanda. Uniknya lagi tampak 2 (dua) Polisi pengawal yang tidak menggunakan alas kaki dan hanya menggunakan pedang bukan senjata api. Menariknya juga tampak alat musik tempo dulu yang ikut diabadikan pada foto, yang kemungkinan pada masa itu alat musik ini sangat bernilai tinggi, dan menjadi salah satu simbol atau status kekayaan pada masa itu.

Kondisi foto masih layak koleksi walaupun ada beberapa titik yang berlubang kecil termakan ngengat, yang kemungkinan karena penyimpanan lama dan tidak terawat. Foto diperkirakan diabadikan pada pertengahan tahun 1800an. Ukuran foto lebih kurang 13,5cm x 19.5cm (belum termasuk ukuran mat board), dan ukuran frame lebih kurang 18cm x 24cm.

Keterangan : Ex Koleksi Pribadi - SOLD OUT

Catur Antik Batu Marmer Hijau Putih












Catur Antik Batu Marmer Hijau Putih

Catur ini terbuat dari bahan batu marmer asli. Terdiri dari warna hijau dan putih. Kondisi masih lengkap dan baik layak koleksi. Ukuran papan marmer catur memiliki ukuran 35,5cm x 35,5cm. Untuk ukuran catur tinggi "pion" lebih kurang 4cm dan ukuran paling tinggi "King" 8cm.

Keterangan : SOLD OUT