Sabtu, 10 Agustus 2019

Plat Foto Klise Antik Circa Mid 1800







Ukuran plat klise 6cm x 4cm

Ukuran plat klise 6cm x 4cm

Ukuran plat klise 11cm x 8.5

Ukuran plat klise 13cm x 9.5cm


Plat Foto Klise Antik Circa Mid 1800

Ini adalah foto klise film model awal sekitar tahun 1800 pertengahan sebelum klise kaca dan klise yang sekarang kita kenal saat ini. Pada klise tersebut terlihat foto baba dan orang2 yang mengenakan baju kebaya peranakan dan jas model tahun 1800an.


Berikut adalah sekilas sejarah mengenai foto klise tersebut :


Pada tahun 1826, Joseph Nicephore Niepce berhasil membuat semacam klise di atas lembaran timah dengan cara mencelupkan lembaran timah tersebut, yang sebelumnya telah dilaburi bahan peka cahaya dan telah dicahayai, ke dalam larutan asam, namun ia tak sempat melakukan percobaan lebih lanjut karena sakit dan kekurangan biaya.
Berkat persahabatannya dengan Louis Daguerre, seorang pelukis yang kaya raya, beberapa percobaannya kemudian dilanjutkan, malah akhirnya diteruskan oleh Daguerre sendiri setelah Niepce meninggal dunia. Selama 11 tahun Louis Daguerre melakukan percobaan-percobaan lanjutan, akhirnya pada tahun 1839, dengan mempergunakan bahan-bahan kimia yang tidak pernah dicoba oleh Niepce, Daguerre berhasil membuat bahan peka cahaya yang lebih praktis dan dikenal sebagai Daguerrotype, suatu pelat tembaga yang pada satu permukaannya dilaburi bahan peka cahaya.
Daguerrotype ini berfungsi sebagai film dan sekaligus menjadi foto jadi. Pembuatan daguerrotype ini cukup rumit. Mula-mula pelat tembaga dilapisi perak pada salah satu sisinya, kemudian digosok sedemikian rupa, sehingga terlihat seperti cermin, baru setelah itu permukaannya dilaburi bahan kimia peka cahaya. Bahan kimia tersebut tidak pernah kering benar, dan dalam pemakaian, ia langsung dipasangkan pada kamera dikamar gelap.
Setelah pelat tercahayai, lalu dikembangkan dengan cara diberi uap merkuri yang sedang mendidih, sampai gambarnya timbul. Untuk menjadikan gambarnya permanen, pelat tersebut dicelupkan ke dalam larutan hipo, lalu dicuci dengan air. Karena permukaannya yang menyerupai cermin, daguerrotype ini sulit untuk dipandang dari depan. Kemengkilapannya menyebabkan setiap orang yang memandanginya akan terlihat dirinya pula, ‘berimpitan’ dengan gambar/foto yang dilihatnya. Maka untuk dapat melihatnya dengan baik, harus dari arah agak pinggir, misalnya dari sudut 60-70 derajat. Ada kalanya yang terlihat berupa gambaran negatif, karena pengaruh semacam polarisasi. Permukaan ‘foto’ senantiasa agak lembab, maka foto-foto daguerrotypeharus dilindungi dengan bingkai kaca. Kendala lain adalah kepekaannya amat rendah, sehingga dibutuhkan pencahayaan maha panjang antara 20-40 detik, di kala cuaca amat cerah. Popularitas film daguerrotype ini berlangsung sekitar 15 tahun (1839-1854).

Louis Jacques Mande Daguerre



Kary photography pertama diambil oleh Daguerre pada tahun 1838 di Paris


Foto menunjukkan kondisi sebuah jalan di Paris, dikarenakan Exposure Time-nya lebih dari 10 menit menjadikan kondisi lalulintas kendaraan tidak terlihat pada foto ini.

Di saat Joseph Nicephore Niepce dan Louis Jacques Mande Daguerre melakukan experimen, Fox Talbot dengan pikirannya yang lebih maju sudah mengetahui hubungan negatif-positif. Ia menggunakan bahan kertas untuk dijadikan media peka cahaya yang kemudian menghasilkan gambaran negatif, diberi nama Talbotype (1835).
Dari negatif tersebut kemudian dilakukan pencetakan ke atas kertas peka cahaya juga. Namun upaya Talbot tertumbuk pada kenyataan, hasil cetakannya itu tak bisa tajam, malah gambarnya menjadi kabur. Beberapa ahli mengetahui, bahwa seharusnya negatif hasil pemotretan terbuat daripada kaca yang bening, sehingga cetakan foto yang tajam dapat terwujud.
Namun belum ditemukan bahan yang dapat menempelkan bahan-bahan kimia peka cahaya ke atas permukaan kaca. Pernah diciptakan lem dari kuku, juga diketahui bahwa putih telur dapat berfungsi sebagai lem terhadap kaca, namun kedua-duanya tidak dapat dipergunakan.
Pada tahun 1850, Scott Archer, seorang pemahat, menciptakan metode yang diberi nama ‘collodian’, disebut juga sebagai ‘proses pelat basah’. Ia menerapkan suatu cara dengan melaburi kaca dengan suatu campuran kimia, yang setelah mengering membentuk lapisan film, menyerupai kulit. Film collodian ini diberi emulsi dengan cara dicelupkan ke dalam larutan kimia peka cahaya. Hal yang merepotkan, bahwa film ini harus dipakai untuk memotret dalam keadaan basah, langsung dimasukkan ke dalam kamera. Lalu setelah tercahayai, segera harus dikembangkan, karena bila bahan-bahan kimianya sudah mengering, ia akan kehilangan kepekaan terhadap cahaya. Pada saat yang hampir bersamaan, lahir juga variasi lain dari proses collodian, ialan ambrotype. Film ini terbuat juga dari kaca, dan diberi selaput dengan emulsi collodian.
Dalam pencahayaan sengaja dibuat tercahayai kurang, agar gambaran yang terbentuk akan amat pucat. Gambaran ini bila dilihat di atas permukaan yang putih akan tampil sebagai negatif yang tercahayai kurang, sedangkan bila dilihat dengan latar belakang yang hitam, gambarannya akan tampil menjadi gambar positif yang memadai. Karena pengerjaannya lebih mudah dan harganya lebih murah, ambrotype secara berangsur-angsur menggantikan daguerrotype.
Pada tahun 1870-an lahir tintype, suatu variasi lain dari ambrotype. Perbedaannya adalah tintype terbuat dari timah, bukan kaca. Karena dasarnya timah, maka bagian yang seharusnya putih berubah menjadi keabu-abuan dan kecemerlangannya hilang, baik dibandingkan dengan daguerrotype maupun ambrotype. Harga tintype lebih murah daripada ambrotype, merupakan konsumsi masyarakat kebanyakan.
Masih berdasar pada proses collodian, terdapat jugavariasi lain, ialah carte-de-visite, jenis ini menggunakan negatif kaca. Film ini lebih cocok dipakai pada kamera berlensa banyak, misalnya enam atau delapan buah, sehingga sekali potret akan diperoleh banyak foto. Maka dari itu variasi ini disebut “carte-de-visite” yang artinya kira-kira “kartu perkenalan”. Negatif kaca tersebut dapat dicetak berulang-ulang.
Sejak daguerrotype hingga carte-de-visite, semuanya mengharuskan pemotretnya atau pemotretan berdekatan dengan kamar gelap, sebab pelat-pelat peka cahaya tersebut harus dilaburi emulsi dan diproses pada lokasi sekitar atau berdekatan dengan lokasi pemotretan.
Baru kemudian setelah ditemukan sistem pembuatan pelat kering oleh George Eastman pada tahun 1880, fotografi memasuki era baru. Dasar pertama untuk menjadikan kering pelat basah adalah dengan menyelaputi permukaan kaca dengan gelatin yang mengandung emulsi foto (bahan peka cahaya). Dengan demikian, kemudian pelat-pelat kaca beremulsi dapat dijual kepada konsumen foto. Pemrosesan pelat yang telah tercahayai tidak harus segera pula, melainkan boleh dilakukan kapan saja.
Era Baru Fotografi George Eastman, pendiri perusahaan Kodak Eastman Company, semula adalah karyawan bank. Berkat temuannya berupa pelat kering pada tahun 1880, fotografi menjadi lebih praktis, dan perkembangan fotografi beralih dari daratan Eropa ke Amerika.
Plat kering yang terbuat dari kaca, akhirnya disadari kurang praktis juga, karena dalam perjalanan bisa pecah, juga dalam jumlah banyak meurpakan beban, di samping makan tempat juga cukup berat. Maka pada tahun 1885 lahir film rol pertama, dan sejak saat itu nama “Kodak” mulai diperkenalkan. Film rol pertama itu tidak sama dengan film rol yang kita kenal sekarang. Film tersebut terdiri dari dua lapis yaitu gelatin beremulsi dan bahan dasar kertas. Selain itu film setelah tercahayai, harus dikirim ke lab Kodak untuk diproses.
Dalam pengembangannya berlangsung seperti biasa, hanya setelah selesai, lapisan gelatin bermulsi yang telah mengandung gambar harus dilepas, dipisahkan dari kertas, negatifnya masih tetap berupa negatif kaca juga. Namun dengan film rol yang dinamakan ‘paper film’ itu, para pemotret tidak dibebani seperti pada zaman pelat basah.
Kamera modern pertama di dunia, Kodak No.1, lahir pada tahun 1888. kamera ini dapat diisi dengan film rol untuk 100 bidikan. Dalam praktek terdapat suatu kendala, karena film harus diisi dan dikeluarkan di lab Kodak, yang berarti kamera pemakai harus berulang kali masuk keluar lab Kodak bila hendak dipakai memotret. Kamera Kodak No.1 itu walaupun masih besar bila dibandingkan dengan kamera-kamera yang lahir kemudian, tetapi di saat itu sudah terbilang ringkas dan bisa bebas dari keharusan menggunakan kaki tiga, yang merupakan pelengkap bawaan dan harus senantiasa menempel pada kamera.
Pada tahun 1889, Kodak memperkenalkan film rol baru yang lebih lentur, dan sudah seperti film yang kita kenal sekarang. Maka sejak saat itu mulai diproduksi film-film rol panjang untuk kebutuhan sinematografi.
Kelemahan pada film Kodak waktu itu adalah sukarnya diperoleh permukaan yang rata, terutama pada lembaran-lembaran yang agak besar. Baru kemudian, pada tahun 1913 film lembaran (sheet film) dengan mutu yang lebih sempurna berhasil dibuat. Maka sejak saat itu, pelat-pelat kaca dan film-film berstruktur primitif secara berangsur-angsur digantikan dengan produk penemuan-penemuan baru dengan struktur lebih sempurna. Dari kesanggupan manusia membuat film rol yang panjang, dan kemudian ditemukan bahan pembuat film aman (safety film) yang terbuat dari selulosa-asetat yang rambat-nyalanya lambat, mulailah dari fotografi manusia menjajaki sinematografi. Lalu film-film panjang mulai dibuat dalam format 35mm. Dengan pengalihan produksi kamera yang mulai mencari sasaran publik awam, disamping fotografi, juga sinematografi mulai mencari penggemar amatir.
Tahun 1923, Eastman Kodak Company memperkenalkan kamera bioskop (movie camera) 16mm, dan pada tahun 1923 lahir pula Cine-Kodak Eight, kamera-sine 8mm yang menggunakan film format 16mm. dalam pemakaian, film terbagi menjadi dua jalur, mula-mula dicahayai separuh, salah satu sisinya, setelah habis lalu kumparan-isi harus bertukar tempat dengan kumparan kosong, dan film dicahayai lagi pada sisi yang belum tercahayai. Film setelah diproses lalu dibelah dua, kemudian disambungkan dan digulung ke kumparan untuk diprojeksikan.
Berkat George Eastman, dunia fotografi menjadi ‘mainan’ populer seperti sekarang ini. Maka guna mengenang jasa-jasanya, pada tahun 1947 di Rochester, New York, kotanya perusahaan Eastman Kodak, telah didirikan sebuah museum fotografi yang diberi nama “The George Eastman House”. Di museum ini dipamerkan secara permanen “The Art of Photography”, suatu perjalanan fotografi mulai daguerrotype hingga kini, dan banyak benda-bendar bersejarah mengenai fotografi lainnya. Singkatnya, semua hal yang berhubungan dengan penemuan fotografi terdapat di dalam museum tersebut.
Sumber informasi : https://www.google.com/amp/s/broomholic.wordpress.com/2010/09/23/sejarah-photography/amp/

Keterangan : SOLD OUT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar