Lukisan Buah Asli Karya "Frederik Kasenda" Tahun 1934
Lukisan ini adalah asli karya Maestro ternama "Frederik Kasenda" pada masa Hindia Belanda. Tema Buah yang dilukisnya sangat jarang dibuat bahkan hampir tidak ada.
Saya berpikir kemungkinan lukisan ini dibuat atas permintaan pelanggan yang dekat dengan beliau, karena biasa Frederik Kasenda banyak melukis tema Pemandangan, yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan sebutan Mooi Indie.
Lukisan memiliki ukuran Frame 79,5cm x 62,5cm dan Ram kanvas 63,5cm x 47,5cm. Kondisi lukisan ada sedikit rusak karena termakan usia seperti tampak pada gambar diatas, namun demikian masih layak pajang dan koleksi.
Berikut adalah informasi Pelukis "Frederik Kasenda" :
Frederik Kasenda adalah seorang pelukis terkenal di masa Kolonial Belanda, yang terlahir dengan bakat alamiah. Lahir di Remboken, Minahasa pada 31 Mei 1891. Pernah melukis potret Chiang Kai-Shek dan Dr. Sun Yat Sen, dua tokoh revolusioner Tiongkok Modern.
Waktu itu Chiang Kai-Shek (lahir 31 Oktober 1887) adalah seorang tokoh Partai Kuomintang (KMT). Sun Yat Sen adalah tokoh pemimpin besar Tiongkok. Ia pejuang revolusioner untuk Tiongkok modern yang meninggal pada tahun 1925. Posisinya lalu digantikan oleh Chiang Kai-Shek. Rupanya, tole Minahasa ini menggagumi dua tokoh itu.
Meski lebih terobsesi melukis landscape, dan pernah melukis dua tokoh besar tadi, Frederik Kasenda juga pernah melukis potret Ratu Wilhemina.
John Ernest Jasper (1874 – 1945), seorang pegawai negeri yang memiliki minat pada seni dan kerajinan tangan ketika berkunjung ke Menado dan Minahasa ternyata sempat memperhatikan bakat Kasenda itu. Jasper rupanya tahu, Kasenda memiliki potensi menjadi pelukis hebat. Jasper lalu mengajaknya pergi ke Jawa untuk belajar. Pada tahun 1928 Jasper menjadi Gubernur Yogyakarta.
Ketika melakukan perjalanan di banyak tempat di nusantara, termasuk di wilayah Utara Sulawesi: Minahasa, Sangihe, Talaud dan sekitar sekira tahun 1904 sampai 1907 Jasper ditemani Mas Pirngadie seorang pelukis Jawa. Mas Pirngadie lahir Desember 1878 di desa Pakirangan Purbalingga Jawa Tengah.
“Ngawi adalah tempat pertama di mana Kasenda mendirikan studionya. Dia kemudian pindah ke Kediri, ke Madiun,” tulis Bataviaasch Nieuwsblad edisi Sabtu, 3 Januari 1942. Di Ngawi, Jawa Timur Kasenda menemukan guru lukisnya. Sebelumnya dia sudah belajar beberapa bulan.
“Ia terkenal karena karya bentang alamnya, terutama di Jawa dan Bali, sementara di samping itu beberapa cityscapes Singapura dibuatnya olehnya,” tulis Bataviaasch Nieuwsblad.
Kasenda adalah pelukis yang khas. “Terkadang dia nakal, terkadang lembut, kadang romantis dan sentimental, terkadang rumit,” tulis De Indische Courant edisi 19 Maret 1935 dalam artikel berjudul Kunst of Geen Kunst.
Karya Kasenda kelak dihargai sangat mahal. Lukisan-lukisannya menampilkan keindahan alam nusantara. Ada lukisan tentang sawah dengan padi yang menguning. Sungai dengan gunung yang tampak dari kejauhan. Ada pula pura di Bali waktu malam. Kasenda akrab dengan kehidupan orang-orang biasa dan alam yang perawan.
Tapi ia juga melukis orang-orang hebat. Juga melukis kota dengan bangunan-bangunan modern.
“Terkadang dia mengingatkan orang primitif dan terkadang kepada para futuris,” demikian komentar penulis di De Indische Courant.
Kasenda dikagumi, tapi ia juga dikritik. Seorang yang lahir dari bakat alami, dan pergi dengan karya-karya yang mengagumkan.
Pada hari pertama tahun 1942 (1 Januari) setelah menderita sakit beberapa bulan, Frederik Kasenda meninggal di Batavia pada usia 53 tahun.
Semasa hidupnya, Kasenda adalah seorang yang memiliki empati pada perjuangan. Ia memiliki perasaan mendalam dan solidaritas bagi orang-orang Cina dalam perjuangan mereka melawan Jepang.
“Dia mengadakan pameran di Singapura beberapa tahun yang lalu, yang hasilnya seluruhnya diserahkan kepada Dana Bantuan Tiongkok. Pameran ini sukses besar,” tulis Bataviaasch Nieuwsblad.
Artikel ini berdasarkan informasi dari penulis Denni H.R. Pinontoan.
Lukisan saat didapat masih dalam kondisi berdebu dan sudah saya bersihkan seadanya dengan kuas. Tersimpan lama digudang tanpa dipajang ditembok rumah.
Saya mendapatkan barang ini dari sebuah rumah tua peninggalan jaman Belanda, yang dihuni oleh keluarga dari Majoor Batavia ke - 4.
Berdasarkan informasi dari cucu pemilik barang tersebut yang telah berusia 80 tahun lebih menceritakan bahwa, lukisan ini dahulu pernah menjadi koleksi leluhurnya dimasa Hindia Belanda.
Keterangan : SOLD OUT (Terimakasih Bp. WM - Kolektor Jakarta)