Ukuran plat klise 6cm x 4cm
Ukuran plat klise 6cm x 4cm
Ukuran plat klise 11cm x 8.5
Ukuran plat klise 13cm x 9.5cm
Plat Foto Klise Antik Circa Mid 1800
Ini adalah foto klise film model awal sekitar tahun 1800 pertengahan sebelum klise kaca dan klise yang sekarang kita kenal saat ini. Pada klise tersebut terlihat foto baba dan orang2 yang mengenakan baju kebaya peranakan dan jas model tahun 1800an.
Berikut adalah sekilas sejarah mengenai foto klise tersebut :
Pada tahun 1826, Joseph Nicephore Niepce berhasil membuat
semacam klise di atas lembaran timah dengan cara mencelupkan lembaran timah
tersebut, yang sebelumnya telah dilaburi bahan peka cahaya dan telah dicahayai,
ke dalam larutan asam, namun ia tak sempat melakukan percobaan lebih lanjut
karena sakit dan kekurangan biaya.
Berkat persahabatannya dengan Louis Daguerre, seorang
pelukis yang kaya raya, beberapa percobaannya kemudian dilanjutkan, malah
akhirnya diteruskan oleh Daguerre sendiri setelah Niepce meninggal dunia.
Selama 11 tahun Louis Daguerre melakukan percobaan-percobaan lanjutan, akhirnya
pada tahun 1839, dengan mempergunakan bahan-bahan kimia yang tidak pernah
dicoba oleh Niepce, Daguerre berhasil membuat bahan peka cahaya yang lebih
praktis dan dikenal sebagai Daguerrotype, suatu pelat tembaga yang pada satu
permukaannya dilaburi bahan peka cahaya.
Daguerrotype ini berfungsi sebagai film dan sekaligus
menjadi foto jadi. Pembuatan daguerrotype ini cukup rumit. Mula-mula pelat
tembaga dilapisi perak pada salah satu sisinya, kemudian digosok sedemikian
rupa, sehingga terlihat seperti cermin, baru setelah itu permukaannya dilaburi
bahan kimia peka cahaya. Bahan kimia tersebut tidak pernah kering benar, dan
dalam pemakaian, ia langsung dipasangkan pada kamera dikamar gelap.
Setelah pelat tercahayai, lalu dikembangkan dengan cara
diberi uap merkuri yang sedang mendidih, sampai gambarnya timbul. Untuk
menjadikan gambarnya permanen, pelat tersebut dicelupkan ke dalam larutan hipo,
lalu dicuci dengan air. Karena permukaannya yang menyerupai cermin,
daguerrotype ini sulit untuk dipandang dari depan. Kemengkilapannya menyebabkan
setiap orang yang memandanginya akan terlihat dirinya pula, ‘berimpitan’ dengan
gambar/foto yang dilihatnya. Maka untuk dapat melihatnya dengan baik, harus
dari arah agak pinggir, misalnya dari sudut 60-70 derajat. Ada kalanya yang
terlihat berupa gambaran negatif, karena pengaruh semacam polarisasi. Permukaan
‘foto’ senantiasa agak lembab, maka foto-foto daguerrotypeharus dilindungi
dengan bingkai kaca. Kendala lain adalah kepekaannya amat rendah, sehingga
dibutuhkan pencahayaan maha panjang antara 20-40 detik, di kala cuaca amat
cerah. Popularitas film daguerrotype ini berlangsung sekitar 15 tahun
(1839-1854).
Louis Jacques Mande Daguerre
Kary photography pertama diambil oleh Daguerre pada tahun 1838 di Paris
Di saat Joseph Nicephore Niepce dan Louis Jacques Mande Daguerre melakukan experimen, Fox Talbot dengan pikirannya yang lebih maju sudah mengetahui hubungan negatif-positif. Ia menggunakan bahan kertas untuk dijadikan media peka cahaya yang kemudian menghasilkan gambaran negatif, diberi nama Talbotype (1835).
Dari negatif tersebut kemudian dilakukan pencetakan ke
atas kertas peka cahaya juga. Namun upaya Talbot tertumbuk pada kenyataan,
hasil cetakannya itu tak bisa tajam, malah gambarnya menjadi kabur. Beberapa
ahli mengetahui, bahwa seharusnya negatif hasil pemotretan terbuat daripada
kaca yang bening, sehingga cetakan foto yang tajam dapat terwujud.
Namun belum ditemukan bahan yang dapat menempelkan
bahan-bahan kimia peka cahaya ke atas permukaan kaca. Pernah diciptakan lem
dari kuku, juga diketahui bahwa putih telur dapat berfungsi sebagai lem
terhadap kaca, namun kedua-duanya tidak dapat dipergunakan.
Pada tahun 1850, Scott Archer, seorang pemahat,
menciptakan metode yang diberi nama ‘collodian’, disebut juga sebagai ‘proses
pelat basah’. Ia menerapkan suatu cara dengan melaburi kaca dengan suatu
campuran kimia, yang setelah mengering membentuk lapisan film, menyerupai
kulit. Film collodian ini diberi emulsi dengan cara dicelupkan ke dalam larutan
kimia peka cahaya. Hal yang merepotkan, bahwa film ini harus dipakai untuk
memotret dalam keadaan basah, langsung dimasukkan ke dalam kamera. Lalu setelah
tercahayai, segera harus dikembangkan, karena bila bahan-bahan kimianya sudah
mengering, ia akan kehilangan kepekaan terhadap cahaya. Pada saat yang hampir
bersamaan, lahir juga variasi lain dari proses collodian, ialan ambrotype. Film
ini terbuat juga dari kaca, dan diberi selaput dengan emulsi collodian.
Dalam pencahayaan sengaja dibuat tercahayai kurang, agar
gambaran yang terbentuk akan amat pucat. Gambaran ini bila dilihat di atas
permukaan yang putih akan tampil sebagai negatif yang tercahayai kurang,
sedangkan bila dilihat dengan latar belakang yang hitam, gambarannya akan
tampil menjadi gambar positif yang memadai. Karena pengerjaannya lebih mudah
dan harganya lebih murah, ambrotype secara berangsur-angsur menggantikan
daguerrotype.
Pada tahun 1870-an lahir tintype, suatu variasi lain dari
ambrotype. Perbedaannya adalah tintype terbuat dari timah, bukan kaca. Karena
dasarnya timah, maka bagian yang seharusnya putih berubah menjadi keabu-abuan
dan kecemerlangannya hilang, baik dibandingkan dengan daguerrotype maupun
ambrotype. Harga tintype lebih murah daripada ambrotype, merupakan konsumsi
masyarakat kebanyakan.
Masih berdasar pada proses collodian, terdapat
jugavariasi lain, ialah carte-de-visite, jenis ini menggunakan negatif kaca.
Film ini lebih cocok dipakai pada kamera berlensa banyak, misalnya enam atau
delapan buah, sehingga sekali potret akan diperoleh banyak foto. Maka dari itu
variasi ini disebut “carte-de-visite” yang artinya kira-kira “kartu
perkenalan”. Negatif kaca tersebut dapat dicetak berulang-ulang.
Sejak daguerrotype hingga carte-de-visite, semuanya
mengharuskan pemotretnya atau pemotretan berdekatan dengan kamar gelap, sebab
pelat-pelat peka cahaya tersebut harus dilaburi emulsi dan diproses pada lokasi
sekitar atau berdekatan dengan lokasi pemotretan.
Baru kemudian setelah ditemukan sistem pembuatan pelat
kering oleh George Eastman pada tahun 1880, fotografi memasuki era baru. Dasar
pertama untuk menjadikan kering pelat basah adalah dengan menyelaputi permukaan
kaca dengan gelatin yang mengandung emulsi foto (bahan peka cahaya). Dengan
demikian, kemudian pelat-pelat kaca beremulsi dapat dijual kepada konsumen
foto. Pemrosesan pelat yang telah tercahayai tidak harus segera pula, melainkan
boleh dilakukan kapan saja.
Era Baru Fotografi George Eastman, pendiri perusahaan
Kodak Eastman Company, semula adalah karyawan bank. Berkat temuannya berupa
pelat kering pada tahun 1880, fotografi menjadi lebih praktis, dan perkembangan
fotografi beralih dari daratan Eropa ke Amerika.
Plat kering yang terbuat dari kaca, akhirnya disadari
kurang praktis juga, karena dalam perjalanan bisa pecah, juga dalam jumlah
banyak meurpakan beban, di samping makan tempat juga cukup berat. Maka pada
tahun 1885 lahir film rol pertama, dan sejak saat itu nama “Kodak” mulai
diperkenalkan. Film rol pertama itu tidak sama dengan film rol yang kita kenal
sekarang. Film tersebut terdiri dari dua lapis yaitu gelatin beremulsi dan
bahan dasar kertas. Selain itu film setelah tercahayai, harus dikirim ke lab
Kodak untuk diproses.
Dalam pengembangannya berlangsung seperti biasa, hanya
setelah selesai, lapisan gelatin bermulsi yang telah mengandung gambar harus
dilepas, dipisahkan dari kertas, negatifnya masih tetap berupa negatif kaca
juga. Namun dengan film rol yang dinamakan ‘paper film’ itu, para pemotret
tidak dibebani seperti pada zaman pelat basah.
Kamera modern pertama di dunia, Kodak No.1, lahir pada
tahun 1888. kamera ini dapat diisi dengan film rol untuk 100 bidikan. Dalam
praktek terdapat suatu kendala, karena film harus diisi dan dikeluarkan di lab
Kodak, yang berarti kamera pemakai harus berulang kali masuk keluar lab Kodak
bila hendak dipakai memotret. Kamera Kodak No.1 itu walaupun masih besar bila
dibandingkan dengan kamera-kamera yang lahir kemudian, tetapi di saat itu sudah
terbilang ringkas dan bisa bebas dari keharusan menggunakan kaki tiga, yang
merupakan pelengkap bawaan dan harus senantiasa menempel pada kamera.
Pada tahun 1889, Kodak memperkenalkan film rol baru yang
lebih lentur, dan sudah seperti film yang kita kenal sekarang. Maka sejak saat
itu mulai diproduksi film-film rol panjang untuk kebutuhan sinematografi.
Kelemahan pada film Kodak waktu itu adalah sukarnya diperoleh
permukaan yang rata, terutama pada lembaran-lembaran yang agak besar. Baru
kemudian, pada tahun 1913 film lembaran (sheet film) dengan mutu yang lebih
sempurna berhasil dibuat. Maka sejak saat itu, pelat-pelat kaca dan film-film
berstruktur primitif secara berangsur-angsur digantikan dengan produk
penemuan-penemuan baru dengan struktur lebih sempurna. Dari kesanggupan manusia
membuat film rol yang panjang, dan kemudian ditemukan bahan pembuat film aman
(safety film) yang terbuat dari selulosa-asetat yang rambat-nyalanya lambat,
mulailah dari fotografi manusia menjajaki sinematografi. Lalu film-film panjang
mulai dibuat dalam format 35mm. Dengan pengalihan produksi kamera yang mulai
mencari sasaran publik awam, disamping fotografi, juga sinematografi mulai
mencari penggemar amatir.
Tahun 1923, Eastman Kodak Company memperkenalkan kamera
bioskop (movie camera) 16mm, dan pada tahun 1923 lahir pula Cine-Kodak Eight,
kamera-sine 8mm yang menggunakan film format 16mm. dalam pemakaian, film terbagi
menjadi dua jalur, mula-mula dicahayai separuh, salah satu sisinya, setelah
habis lalu kumparan-isi harus bertukar tempat dengan kumparan kosong, dan film
dicahayai lagi pada sisi yang belum tercahayai. Film setelah diproses lalu
dibelah dua, kemudian disambungkan dan digulung ke kumparan untuk
diprojeksikan.
Berkat George Eastman, dunia fotografi menjadi ‘mainan’ populer
seperti sekarang ini. Maka guna mengenang jasa-jasanya, pada tahun 1947 di
Rochester, New York, kotanya perusahaan Eastman Kodak, telah didirikan sebuah
museum fotografi yang diberi nama “The George Eastman House”. Di museum ini
dipamerkan secara permanen “The Art of Photography”, suatu perjalanan fotografi
mulai daguerrotype hingga kini, dan banyak benda-bendar bersejarah mengenai
fotografi lainnya. Singkatnya, semua hal yang berhubungan dengan penemuan
fotografi terdapat di dalam museum tersebut.
Sumber informasi : https://www.google.com/amp/s/broomholic.wordpress.com/2010/09/23/sejarah-photography/amp/Keterangan : SOLD OUT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar